CIREBON RAYA | BANDUNG — Pada hari pahlawan ini, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI melakukan pertemuan dengan "pahlawan" seni dan budaya Indonesia, yaitu Tim Muhibah Angklung, pada kunjungan reses, Minggu (10/11), di Bandung, Jawa Barat (Jabar).
Anggota DPD RI Daerah Pemilihan Jabar Agita Nurfianti yang hadir bersama tim Sekretariat Jenderal DPD RI Kantor Jabar menyampaikan dukungan dan apresiasi kepada Tim Muhibah Angklung yang telah sukses mengharumkan nama Indonesia di bidang seni dan budaya ke berbagai penjuru dunia, meski dengan dana yang sangat minim.
Ketua Tim Muhibah Angklung Maulana M. Syuhada menyampaikan, tim ini telah melakukan misi kebudayaan ke berbagai negara di beberapa benua, yaitu Eropa (2016) meliputi Aberdeen, London (Inggris), Paris (Prancis), Westerlo (Belgia), Hamburg (Jerman), Cerveny Kostelec (Ceko), dan Zakopane (Polandia); Australia (2018) meliputi Melbourne, Canberra, Brisbane, dan Sydney; Eropa (2018) meliputi Berlin (Jerman), Budapest (Hongaria), Istanbul, Aksehir (Turki), Sozopol (Bulgaria), dan Vevey (Swiss); Amerika Serikat (2022) meliputi New York, Washington, Chicago, Manitowoc, Boise, Burley, Springville, dan San Fransisco; Eropa (2024) meliputi Portugal dan Spanyol; serta Timur Tengah (2024) meliputi Uni Emirat Arab dan Arab Saudi.
Tim Muhibah Angklung tidak hanya memainkan budaya Sunda, namun juga musik angklung yang membawakan lagu-lagu berbagai daerah Indonesia dipadukan dengan tarian-tarian daerah tersebut, seperti Batak, Minangkabau, Betawi, Bali, dan Papua. Selain lagu nasional dan tradisional, tim ini juga memainkan lagu-lagu internasional di berbagai belahan dunia.
"Luar biasa. Budaya kita sangat kaya raya. Namanya Tim Muhibah Angklung, tapi tidak hanya angklung, yang dibawakan juga budaya Indonesia lainnya. Memang benar yang tadi comment di media sosial merinding, terharu, karena dibawa ke pentas dunia, dengan segala suka dukanya, dan begitu dihargai di sana," ungkap Agita.
Agita bercerita, ia dan keluarganya pernah menonton penampilan Tim Muhibah Angklung pada Pre-Journey Concert, sebuah konser sebelum memulai perjalanan misi budaya ke Eropa dan Timur Tengah 2024. Menurutnya, setelah acara tersebut, para penonton semakin bersemangat untuk mendukung kelestarian seni dan dan budaya Indonesia.
Lebih lanjut Maulana menyampaikan, pihaknya juga memproduksi film dokumenter, sebagai upaya penguatan pendidikan karakter di kalangan pelajar, yang telah ditonton oleh sekitar 4.700 siswa-siswi sekolah di Kota Bandung dan Cimahi pada program Nonton Bareng (Nobar) yang saat ini masih berlangsung. Film ini masuk ke dalam nominasi Piala Citra untuk film dokumenter panjang terbaik Festival Film Indonesia Tahun 2024.
"Setelah Nobar, saya tanya ke anak-anak, kalau mau berhasil adik-adik harus bagaimana? Belajar, kata mereka! Apa lagi? Berlatih! Apa lagi? Pantang Menyerah!" ucap Maulana.
"Selesai nonton, sudah banyak guru dan orang tua yang bertanya ke saya, banyak yang ingin membentuk grup angklung di sekolahnya, sudah nanya-nanya kalau beli angklungnya dimana? Kalau mau manggil pelatihnya dari mana?" tambah Maulana.
Menurut Agita, penguatan pendidikan karakter melalui film ini perlu diapresiasi karena memberikan dampak yang sangat baik dalam mendukung penanaman nilai-nilai karakter di bidang pendidikan, terlebih saat ini diterapkan Merdeka Belajar Kampus Merdeka.
Selain itu, Maulana juga menyampaikan pihaknya menyelenggarakan Angklung Fest, sebuah Festival Angklung yang dikompetisikan, dengan kategori peserta yang cukup unik, yaitu kategori anak-anak, perempuan, difabel, dan Lansia.
Menurut Agita, apa yang dilakukan Tim Muhibah Angklung telah memberikan dampak positif, tidak hanya ke internal tim, namun juga ke masyarakat baik dalam maupun luar negeri.
Ia mencontohkan, anggota tim tak hanya mahir memainkan seni dan budaya Indonesia, tapi juga melatih kepemimpinan dan berorganisasi, seperti mengatur perjalanan ke luar negeri, menyelenggarakan event baik pertunjukan angklung, festival, Nobar, dan lain-lain.
Di balik kesuksesan tersebut, Maulana menceritakan pihaknya menghadapi berbagai kendala dan yang terberat adalah masalah finansial. Setelah sukses mengharumkan nama Indonesia pada misi budaya ke Eropa dan Timur Tengah tahun ini, pihaknya masih meninggalkan tunggakan sebesar Rp850 juta.
"Saya meminjam dana ke teman-teman terdekat saya, alhamdulillah mereka percaya. Biaya paling besar adalah tiket pesawat. Itu pun sudah saya hemat-hemat. Sebagai contoh waktu mau ikut festival di Portugal setelah lolos seleksi mengalahkan negara-negara lain, kami berangkat naik pesawat ke Madrid, Spanyol, yang lebih murah tiketnya, lalu naik bis ke Portugal supaya lebih murah. Bahkan dari Abu Dhabi ke Riyadh pun kami naik bis melewati salah satu padang pasir terbesar di dunia, yang penuh risiko dan sangat tidak direkomendasikan, karena kita ingin murah," jelasnya.
Agita berharap, permasalahan ini dapat diatasi dengan bantuan para pihak terkait. Ia pun berkomitmen akan membantu menjembatani dengan pihak-pihak tersebut dan membahasnya pada berbagai pertemuan untuk mendapat solusi terbaik. (*)